Kontroversi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

| | 1 komentar
Profesi pendidik – khususnya guru dan dosen – menjadi sorotan menyongsong sertifikasi. Sertifikasi merupakan keharusan bagi pendidik untuk mengetahui kecakapan, tingkat mutu dan profesionalitas sehingga akan dihasilkan pendidik yang berkualitas. Dan pendidik yang berkualitas merupakan salah satu indikator dalam penjaminan mutu pendidikan.

Pendidik ibarat sopir yang bertugas mengangkut dan mengantar penumpang sampai kepada tujuan yang diharapkan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai seorang sopir sudah sewajarnya membutuhkan SIM (Surat Ijin Mengemudi) yang merupakan syarat wajib profesi ini.

Para penumpang tentu akan merasa tenang dan nyaman jika sopir telah memenuhi segala persyaratan yang telah diujikan. Tetapi sebaliknya jika sopir belum dan/ atau tidak mempunyai SIM apalagi sama sekali tidak lihai mengemudi maka penumpangnya akan cemas dan bingung akan diapakan dan dikemanakan.
Di masa mendatang pendidik diwajibkan mempunyai ”SIM” (Surat Ijin Mengajar) yang hanya dapat dimiliki setelah lulus sertifikasi. Diharapkan dengan sertifikasi pendidik mampu mengantarkan penumpang sampai kepada tujuan dengan selamat dan memuaskan.

Peran tenaga kependidikan

Jika pendidik yang diibaratkan sebagai sopir yang telah mempunyai keahlian menyetir lantas apakah kemudian perjalanan (pendidikan) akan begitu saja terjamin keselamatannya? Ternyata tidak. Setidaknya kita harus memperhatikan kondisi mobil juga. Mulai dari hidup-tidaknya lampu sorot, berfungsi-tidaknya rem, bagus-tidaknya kondisi ban dan yang paling penting ketersediaan bahan bakar dan keadaan olinya.
Semua kelengkapan mobil itu yang selanjutnya dianalogikan sebagai tenaga kependidikan. Sopir dan kelengkapan mobil menjadi satu jiwa utuh dalam membawa penumpangnya menjadi lebih aman dan terjamin. Tenaga kependidikan sebagai penunjang inilah yang perlu menjadi perhatian sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 1 bahwa (peran) tenaga kependidikan adalah penunjang penyelenggaraan pendidikan.

Adilkah jika selama ini penilaian keberhasian pendidikan hanya diukur dari faktor pendidik (guru dan dosen) saja? Menurut hemat penulis, penilaian kesuksesan pendidikan seharusnya dilihat dari berbagai sudut pandang. Mulai dari pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan sarana-prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah yang selalu terjaga, manajemen sekolah yang tegas serta supervisi yang ketat. Semua faktor itu adalah peran strategis tenaga kependidikan, apakah itu staf TU, pustakawan, laboran, pesuruh/ penjaga sekolah, pengawas sekolah dan kepala sekolah.
Tetapi sayangnya saat ini tenaga kependidikan belum diperhatikan sebagaimana pendidik. Suatu keprihatinan jika keduanya yang merupakan tenaga profesional dan juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan tidak disamakan. Pendidik – khususnya

guru dan dosen – terkesan superior dan ”dimanjakan” dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sedangkan tenaga kependidikan sampai saat ini pun belum mempunyai payung hukum yang menangani dan mengatur mereka secara jelas.

Disadari peningkatan mutu pendidikan masih memprioritaskan guru dan dosen sebagai kemudi pendidikan. Bisa jadi pemerintah masih menganggap peran pendidik yang dominan sebagai ujung tombak pendidikan. Tetapi apakah hanya dengan mengandalkan guru dan dosen saja pendidikan akan segera bermutu? Ibarat kesatuan sopir dan kelengkapan mobil tadi. Jika sopirnya lihai tetapi remnya blong, maka keselamatan tidak akan terjamin. Kalaupun sopirnya lihai tetapi lampu sorotnya mati, maka tidak akan bisa berjalan dengan tenang di malam hari.

Peningkatan mutu pendidikan seharusnya tidak boleh ”menganak-emaskan” salah satu profesi. Karena profesi yang lain juga mempunyai peran untuk ikut andil menuju terciptanya pendidikan yang bermutu. Dan sampai saat ini peran kedua profesi tersebut masih menjadi kontroversi.

Faktor materi
Undang-Undang tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 1 dengan jelas menyebutkan bahwa keduanya (pendidik dan tenaga kependidikan) berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Tetapi dilihat secara materi, kelak pendidik (guru dan dosen) mempunyai gaji 2 kali dan/ atau bahkan 3 kali lebih besar dari gaji tenaga kependidikan. Demikian setidaknya amanat UU tentang guru dan dosen. Sedangkan gaji tenaga kependidikan berkutat pada nominal tunjangan yang kurang sebanding bila dibandingkan dengan tunjangan pendidik.

Manajemen berbasis sekolah dan ktsp

| | 0 komentar
Manajemen berbasis sekolah dan ktsp

1. PEMBERDAYAAN MBS DALAM MENUNJANG IMPLEMENTASI KTSP (Menciptakan dan Memelihara Perubahan
o Disajikan dan dibahas dalam Forum
o Tenaga Kependidikan
o Di BMI Lembang
o Selasa, 28 Nopember 2006
o Nara sumber
o Prof.Dr.H.Djam’an Satori,MA
2. Bagian Pertama : Kaji ulang MBS ANALISIS KONTEKSTUAL MUNCULNYA GAGASAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
o DEMOKRATISASI
o DESENTRALISASI
o HAK AZAZI MANUSIA
o KEADILAN

Undang-undang SistemPendidikan Nasional No 2/1989 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20/2003 REFORMASI

3. BERBAGAI LABEL INOVASI YANG MEMILIKI RUH GAGASAN MBS-KTSP
o School Improvement Program
o Improving school from within
o Self Managing School
o Site-Based Management
o Locally-Based Curriculum Development
o School-Based Curriculum Development- KTSP
o Effective School
o School of the Future
o Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan cara memberdayakan seluruh potensi sekolah dan stakeholder- nya sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan menerapkan kaidah-kaidah manajemen pendidikan/sekolah profesional.

4. LANDASAN PROGRAMATIK MBS-KTSP
o Kepala sekolah dan guru-guru adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman profesional dalam penyelenggaraan sekolah dan pembelajaran. Kapasitas profesional dan proses validasi empirik merupakan esensi otonomi profesional.
o Tenaga profesional di sekolah adalah orang-orang yang memiliki kewenangan otonomi profesional yang juga mengandung makna kemampuan menterjemahkan kebijakan pemerintah (standar-standar) dan ketentuan lainnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak didik dan stakeholder lainnya.

5. LANDASAN PROGRAMATIK MBS-KTSP (lanjutan)
o Sekolah adalah sistem sosial yang harus ditumbuh- kembangkan melalui proses “self-renewal capacity” untuk merespon tuntutan stakeholders atas mutu pendidikan,dan perubahan lingkungan yang terus-menerus terjadi.
o Perumusan kebijakan, pembuatan keputusan, dan pemecahan masalah di sekolah akan efektif jika dilakukan oleh fihak/orang-orang yang memiliki keahlian, berkepentingan dan berkecimpung/terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan itu sehari-hari.

6. BERBAGI KEWENANGAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MBS Kewenangan Akademik Sekolah Aspirasi, Harapan, Tuntutan, Kebutuhan Orang Tua,Masyarakat/ Stakeholder lain Jaminan Mutu Kepuasan Akuntabilitas KTSP

7. NILAI-NILAI DASAR PENGELOLAAN SEKOLAH
o 1. OTONOMI PENGELOLAAN SEKOLAH (perumusan kebijakan sekolah dan pengambilan keputusan – termasuk Kurikulum)
o 2. PARTISIPASI STAKEHOLDERS SEKOLAH (sesuai dengan batas-batas kewenangan)
o 3. TRANSFARANSI PENGELOLAAN SEKOLAH (program dan anggaran)
o 4. AKUNTABILITAS MANAJEMEN SEKOLAH (doing the right things and doing things right)

8. INDIKATOR SEKOLAH BER-MBS Hasil curah pendapat peserta lokakarya MBS –Komite Sekolah, Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas, November 2003 di Bandung Jawa Barat
o 1.Partisipasi masyarakat diwadahi melalui Komite Sekolah
o 2.Transfaransi pengelolaan sekolah (program dan anggaran)
o 3.Program sekolah realistik – need assessment
o 4.Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah
o 5.Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawat.
o 6.Iklim sekolah kondusif
o 7.Berorientasi mutu, penciptaan budaya mutu

9. INDIKATOR SEKOLAH BER-MBS (lanjutan)
o Meningkatnya kinerja profesional kepala sekolah
o dan guru
o Kepemimpinan sekolah berkembang demokratis –
o policy and decision making, planning
o and programming
10. Upaya memenuhi fasilitas pendukung KBM
o meningkat
o Kesejahteraan guru meningkat
o Pelayanan berorientasi pada siswa/murid.
o Budaya konformitas dalam pengelolaan
sekolah berkurang

10. Bagian Kedua : Menciptakan dan Mengelola Perubahan
o Tenaga Kependidikan sebagai pemicu sukses
o Pemberdayaan MBS untuk memfasilitasi
o Implementasi KTSP
o berarti
o Tenaga Kependidikan harus memiliki kemampuan menciptakan dan mengelola perubahan

11. Charles Darwin :
o Bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang, melainkan yang adaptif.
o Yaitu,
o mereka yang selalu hidup menyesuaikan diri terhadap perubahan
o There is nothing except change

12. POLA UMUM PERUBAHAN FREEZING UN-FREEZING CHANGING REFREEZING

13. Dinamika Perubahan Kondisi yang berlaku/saat ini Kondisi yang diinginkan Kekuatan Internal Kekuatan External Konflik & Stress

14. Mengapa Konflik dan Stress menghadapi perubahan
o Tuntutan peran : kepanikan
o Pergeseran peran/posisi
o Persaingan : expektasi Individual
o Kapasitas belajar
o Ketidakjelasan perubahan
o Dukungan/fasilitasi pimpinan

15. Dimensi Perubahan (Robbins,1999) Change People Technology Structure

16. Penghambat Perubahan INDIVIDUAL Kebiasaan Pemrosesan Informasi secara selektif Faktor Ekonomi Kebutuhan keamanan Ketakutan yang tidak diketahui

17. ENAM CARA MENGATASI RESISTENSI PERUBAHAN (Sweeney,2002)
o Pendidikan dan komunikasi
o Partisipasi dan keikutsertaan
o Fasilitasi dan dukungan
o Negosiasi dan persetujuan
o Manipulasi dan kooptasi
o Paksaan

18. Menciptakan Perubahan Berkelanjutan
o Menyusun Strategic School Planning
o Menyusun Annual School Planning
o Menyusun Annual School Report
o Melakukan School Self Evaluation
o Melakukan School Opinion Survey
o Melakukan School Review

19. Bagian Ketiga : Memelihara Kinerja Sistem SEBUTAN KEPALA SEKOLAH DALAM LITERATUR ADMINISTRASI PENDIDIKAN
o SCHOOL PRINCIPAL
o HEAD SCHOOL
o HEAD TEACHER
o SCHOOL MASTER
o SCHOOL MANAGER
o SCHOOL ADMINISTRATOR
o INSTRUCTIONAL LEADER

20. ORIENTASI “BUSINESS CORE” MANAJEMEN SEKOLAH
o Mutu pendidikan dan upaya-upaya peningkatannya.
o Layanan pembelajaran, menjadikan sekolah sebagai a place for better learning for students
o Meningkatkan dan memelihara enrollment
o Penyempurnaan manajemen internal, menciptakan quality of work life

21. TUGAS KRITIS KEPALA SEKOLAH
o Manajemen implementasi kurikulum
o Manajemen guru (dan personil lainnya)
o Manajemen siswa
o Manajemen keuangan sekolah
o Manajemen sarana dan prasarana pendidikan (lahan, gedung, fasilitas dan peralatan belajar)
o Manajemen “stakeholder” sekolah

22. “ SOFTWARE” MANAJEMEN SEKOLAH
o Membangun sinerjik seluruh potensi sekolah
o Koordinasi, kerjasama, dan konsultasi
o Pendekatan manajemen partisipatif dengan mengikutsertakan pihak-pihak yang berkepentingan atas dasar mutual trust
o Pendekatan proaktif, dialogis dan menghargai martabat
o Zero defects, right first time and every time
o Pelayanan prima, focus on customer, student driven
o Pendekatan Total Involvement

23. “ SOFT SKILLS” KEPALA SEKOLAH (dukungan terhadap mutu pelayanan sekolah)
o Keterampilan dalam mengembangkan hubungan antar manusia/komunikasi antar-pribadi
o Keterampilan dalam proses kelompok dan kerja tim
o Keterampilan dalam membuat keputusan
o Keterampilan menjadi pendengar yang baik
o Keterampilan mengelola stress dan konflik
o Keterampilan membangun motivasi dan etos kerja
o Keterampilan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan

24. MBS dalam Perspektif Kinerja Sistem Pendidikan (Sekolah) OBJECTIVES STAKE HOLDERS OUTPUT OUTCOMES STANDARD PROCESS INPUT AKUNTABILITAS INTERNAL ASPIRASI MUTU PERSYARATAN AMBANG EFISIENSI PRODUKTIVITAS RELEVANSI EFEKTIVITAS AKUNTABILITAS EXTERNAL APRESIASI EFISIENSI
o MASUKAN DASAR
o SUMBER DAYA PENUNJANG
o PEMANFAATAN MASUKAN
o IKLIM/SUASANA
o LULUSAN
o PRODUK/KARYA
o JASA
o RETURN
o KEPUASAN
o PERUBAHAN, DLL

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROFESIONALISMENYA

| | 0 komentar
Sekolah merupakan institusi utama dalam mendidik anak-anak bangsa. Dalam institusi sekolah, terdapat beberapa masukan (raw-instrumental-environmental input) yang berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

Dalam proses pendidikan dan pengajaran terdapat salah satu komponen masukan instrumental, yaitu guru. Sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 10/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru di Indonesia harus profesional yang ditunjukkan dengan kompetensi utama yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Guru profesional memiliki peran penting dalam mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Guru yang profesional sekaligus memegang peranan penting dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) bermutu yang mampu bersaing pada tataran nasional, regional, dan internasional.

Jenis-jenis model pembinaan profesional guru antara lain

(1) program peningkatan kualifikasi pendidikan guru minimal S-1/D-4,
(2) program pendidikan lanjut melalui program penyetaraan dan sertifikasi,
(3) program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi (PTBK),
(4) program supervisi pendidikan,
(5) program pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran),
(6) forum simposium guru,
(7) program pelatihan tradisional lainnya,
(8) membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah,
(9) berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah,
(10) melakukan penelitian (khusunya PTK),
(11) program magang,
(12) mengikuti berita aktual dari media pemberitaan,
(13) berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi, dan
(14) menggalang kerja sama dengan teman seprofesi.

SUPERVISI

| | 0 komentar

1. Pengertian Supervisi

Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi belajar-mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru.

2. Tujuan Supervisi

A. Meningkatkan mutu kinerja guru
Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut
Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.
Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya.
Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa.
Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran.
Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran.
Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru.
B. Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik
C. Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa
D. Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.
E. Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.
Catatan:- Tujuan supervisi harus dikomunikasikan dan dipahami oleh semua pihak- Supervisi harus terencana dengan baik, membangun dan demokratis- Guru harus diberi informasi tentang tujuan supervisi

Kriteria Supervisi


1. Guru perlu diberitahu penilaian apa yang akan dipakai dalam proses supervisi
2. Kriteria penilaian harus dikembangkan mulai dari prioritas pengajaran, tujuan program, sistim sekolah serta perkembangan profesional guru
3. Kriteria dalam observasi guru harus ada hubungannya dengan deskripsi kerja guru

3. Fungsi Supervisi
1. Fungsi Meningkatkan Mutu PembelajaranRuang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa.
2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan PembelajaranLebih dikenal dengan nama Supervisi Administrasi
3. Fungsi Membina dan Memimpin

4. Tipe-tipe Supervisi

1. Tipe Inspeksi
Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.

2. Tipe Laisses Faire
Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.

3. Tipe Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.

4. Tipe Training dan Guidance
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.

5. Tipe Demokratis
Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

5. Prinsip-prinsip Supervisi

1. Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan.

2. Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri.
3. Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
4. Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.
5. Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki.
6. Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal-hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan.

6. Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi:

Supervisi Akademik

Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu

Supervisi Administrasi

Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran.

Supervisi Lembaga

Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada di sekolah. Supervisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain.

Seperangkat kriteria untuk evaluasi guru

1. Ketrampilan InstruksionalGuru harus
1. Merencanakan secara efektif setiap pelajaran dan kegiatan kegiatannya
2. Menentukan dan mengkomunikasikan tujuan pelajaran kepada siswa
3. Memeriksa kembali bahan materi pelajaran yang dibutuhkan
4. Menunjukkan dengan jelas dalam presentasi
5. Menggunakan teknik-teknik untuk merangsang siswa belajar dan menjaga siswa agar tetap fokus
6. Menyesuaikan bahan materi pelajaran, kegiatan, sumber dan tugas untuk kebutuhan kelompok dan pribadi
7. Memonitor pemahaman siswa tentang konsep
8. Menyediakan tugas/ kerja siswa yang relevan dan sesuai dengan tingkat kesulitan siswa
9. Meringkas pelajaran

2. Pengetahuan Tentang Isi Guru harus

1. Menunjukkan pengetahuan dan kepekaan terhadap materi pelajaran
2. Tampil mengintegrasi materi pelajaran ke dalam aktivitas dan diskusi
3. Mengetahui berbagai sumber yang berhubungan dengan materi pelajaran
4. Mendeminstrasikan relevansi materi pelajaran dengan kehidupan siswa
5. Menolong siswa utnuk menjawab pertanyaan mereka sendiri
6. Mengindentifikasi kesempatan-kesempatan yang dapat memperkaya pengetahuan yang dihubungkan dengan topik belajar

3. Ketrampilan Mengelola Kelas Guru harus

1. Menjaga standar yang jelas dan sesuai dengan perilaku siswa
2. Mendisiplinkan siswa dengan adil, objektif dan dengan cara yang membangun
3. Menggunakan waktu belajar di kelas dengan efektif
4. Memberi feedback yang positif dan membangun untuk setiap tindakan dan usaha
5. Menciptakan suasana belajar yang suportif dan positif
6. Menunjukkan perilaku yang memfokuskan pada perhatian siswa pada pembelajaran
7. Mengembangkan sikap saling menghormati di dalam kelas
8. Menunjukkan sikap toleransi terhadap berbagai perbedaan

4. Keterampilan BerkomunikasiGuru harus

Berkomunikasi dan berinteraksi secara positif dengan siswa
Memperhatikan pertumbuhan sosial dan emosional siswa
Menunjukkan kepedulian terhadap siswa dan mendengarkan segala masalah mereka dengan penuh perhatian dan empati
Bekerjasama dengan baik dengan semua staf
Menjaga hubungan yang positif dengan orang tua dan orang lain di lingkungan sekolah
Menghormati dan dihormati oleh orang lain baik itu kolega dan orang tua

5. Pengetahuan Tentang Perkembangan SiswaGuru harus

Menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang membangun dalam perencanaan dan perorganisasian pengajaran
Menunjukkan pengetahuan yang luas mengenai perilaku siswa yang sesuai dengan usianya
Menyusun pengalaman yang sesuai bagi perkembangan sosial siswa
Menjaga espektasi yang tinggi namun realistis mengenai siswa
Mengetahui/ menyadari kebutuhan khusus siswa dan berusaha untuk memenuhinya

6. Tanggung Jawab ProfesionalGuru harus

Memberikan kontribusi tujuan sekolah
Berusaha melaksanakan visi dan misi sekolah
Menunjukkan komitmen terhadap pertumbuhan siswa
Melaksanakan tugas-tugas rutin tepat pada waktunya dan dapat dipercaya
Menjunjung tinggi peraturan-peraturan dan tanggung jawab secara profesional
Membantu dalam penyeleksian materi/ bahan pelajaran
Tetap mengikuti arah dan aktivitas dalam wilayah kurikulum
Berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan staff
Pencapaian Keseimbangan Antara Observasi Formal Dengan Observasi Informal (Drop In Observation)
Observasi formal merupakan alat penting dalam proses supervisi namun observasi informal dapat memberikan informasi yang tidak kalah penting seperti ketrampilan mengajar dan penampilan mengajar di kelas sehari hari
Jika kita ingin melaksanakan observasi informal yakinkan bahwa guru mengetahui bahwa ini adalah kebijakan dari Anda
Untuk observasi formal perlu dibuat laporan tertulis/ ringkasan sebagai feedback
Untuk observasi informal biasanya feedback diberikan secara lisan atau dengan catatan kecil segera sesudah observasi informal dilakukan
Pertemuan Pre Observasi
Membantu guru merefleksikan apa yang akan mereka lakukan atau dapatkan sebagai usulan ide-ide untuk pengajaran yang akan dilakukan
Tujuan pertemuan ini adalah untuk menolong guru agar fokus pada materi yang akan diobservasi
Menyelidiki apakah ada siswa dalam kelas yang memiliki perilaku yang harus diperhatikan secara khusus
Membahas strategi dan teknik apa yang akan dipergunakan saat mengajar
Menetapkan isi pelajaran, apa awal dan akhirnya
Mendiskusikan harapan-harapan guru dan apa kekuatiran guru tentang pelajaran
Menjelaskan apa peran Kepala Sekolah dalam observasi
Bagaimana Melaksanakan Observasi Dengan Efektif
Kepala Sekolah harus tiba di kelas tepat waktu sesuai dengan jadwal yang disepakati
Memberi salam kepada semua siswa
Duduk di tempat yang nyaman untuk melakukan observasi (mampu mengobservasi semua interaksi yang terjadi antara guru dan siswa)
Selama observasi, kepala sekolah dapat merekam percakapan antara guru dan siswa
Kepala Sekolah harus ada di kelas sampai pelajaran selesai dilaksanakan
Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Observasi
Apakah pengajaran diberikan secara jelas kepada siswa dan sesuai dengan tujuan pengajaran yang dibuat oleh guru?
Apa yang dilakukan oleh guru untuk memotivasi siswa atau menciptakan rasa antusias siswa
Apakah terlihat bahwa rencana pengajaran telah dipersiapkan oleh guru dengan baik
Apakah penjelasan yang diberikan oleh guru cukup jelas
Apa yang dilakukan guru untuk memaksimalkan partisipasi siswanya
Apakah materi pengajaran dipergunakan dengan tepat
Apakah jalannya pengajaran berlangsung terlalu cepat atau terlalu lambat
Bagaimanakah guru memeriksa pemahaman siswanya
Apakah teknik bertanya sudah dilakukan dengan tepat
Apakah memonitor kemajuan siswanya
Apakah nada positif/ antusias meliputi ruangan kelas
Apakah manajemen kelas efekif
Apakah masa transisi berlangsung dengan baik
Catatan: FORMAT LAPORAN EVALUASI KELAS
Catatan selama observasi tidak digunakan untuk mencari kesalahan. Catatan ini hanya digunakan untuk menulis apa yang sedang diobservasi
Sesudah observasi selesai, berilah kata-kata positif kepada guru tentang pelajaran yang baru selesai diobservasi
Sesudah berada dalam ruang kepala sekolah, barulah dibahas apa yang tertulis dalam laporan observasi
Dalam laporan observasi perlu ditulis apa yang patut dihargai/ penilaian positif dari guru dan apa yang perlu diperbaiki dari guru atau bagaimana guru dapat mengembangkan pengajarannya.
Dalam penulisan laporan observasi, perlu ketelitian, kepekaan dan profesionalisme dari Kepala Sekolah
Selain itu, diperlukan persiapan waktu untuk menuliskan data yang akurat dan reflektif.
Pertemuan Sesudah Observasi Waktu Untuk Berbagi dan Belajar
Pertemuan sesudah observasi merupakan pertemuan yang sangat penting dan tak ternilai karena guru diikutsertakan dalam dialog yang profesional
Dialog harus segera dilaksanakan sesudah observasi karena semua kejadian, strategi yang dipakai dalam mengajar dll masih segar dalam ingatan baik itu kepala sekolah maupun guru
Perlu suasana yang positif dalam pertemuan ini
Terima guru untuk masuk ruangan dan persilahkan untuk duduk
Usahakan agar tidak ada gangguan ketika pertemuan berlangsung
Mulailah pertemuan dengan memberitahu tujuan pertemuan, merayakan kesuksesan dan untuk meningkatkan pengajaran secara profesional
Mintalah guru untuk menyampaikan perasaannya tentang pelajaran yang telah dilaksanakan, apakah pelajaran berlangsung dengan baik, bagaimana kesan siswa, apa yang masih perlu untuk diperbaiki
Evaluasi pribadi/ refleksi adalah teknik yang berguna untuk mengembangkan diri secara profesional
Dalam pertemuan ini ditinjau kembali semua tujuan pelajaran yang dibuat oleh guru. Apakah semua tujuan itu tercapai, apa yang telah dilakukan guru untuk mencapai tujuan tersebut.

Pembagian jenis kunjungan (visit) oleh supervisor berdasarkan pengalaman guru mengajar:
Guru yang berpengalaman
a. Kunjungan Informal
b. Kunjungan Formal

Guru pemula
Kunjungan Terjadwal
Kunjungan Informal
Kunjungan Formal

Kunjungan Terjadwal
Satu kali tiap semester Kunjungan ini dilakukan untuk melaksanakan observasi lengkap Dilaksanakan atas permintaan supervisor/ kepala sekolah Kunjungan Informal Satu kali tiap semester, bila dibutuhkan lagi bisa ditambahkan oleh pihak supervisor/ kepala sekolah Kunjungan ini dapat berfungsi untuk memperkuat setiap kesimpulan yang sudah ditetapkan oleh supervisor/ kepala sekolah.

Kunjungan Formal Satu kali tiap semester Kunjungan ini dilaksanakan atas permintaan dari guru dimana guru telah mempersiapkan kelasnya dengan sangat baik. Durasi dan Frekuensi Kunjungan Durasi/ lamanya kunjungan ditentukan oleh tipe dari situasi pembelajaran dan pengajaran yang sedang diobservasi serta jenis kunjungan. Jika guru yang memulai inisiatif mengundang kepala sekolah atau jika kepala sekolah telah menginformasikan ke guru bahwa ia akan berkunjung, kepala sekolah diharapkan untuk tinggal dikelas sampai jam pelajaran selesai.
Frekuensi kunjungan kepala sekolah bergantung pada
(1) tujuan dari kunjungan dan
(2) siapa yang berinisiatif melakukan kegiatan kunjungan (apakah dari guru atau kepala sekolah). Jika kepala sekolah mengobservasi guru yang meminta bantuan khusus (area tertentu dari program instruksional pengajaran), kepala sekolah bisa memikirkan kunjungan ulang dalam waktu yang singkat berikut observasi awal dalam rangka pengumpulan data atau untuk mendemonstrasikan teknik-teknik pengajaran. Jika kepala sekolah yang berinisiatif melakukan kunjungan kelas, kepala sekolah dimungkinkan untuk merencanakan kunjungan kelas minimal sebulan sekali; jika guru yang memulai inisiatif tersebut, maka kunjungan tersebut bisa lebih/ kurang sebulan sekali bergantung pada fungsi dari kunjungan tersebut.

Lain-lain:
Beberapa peran dan fungsi dari seorang guru:
1. Guru sebagai manager.
Guru mengelola lingkungan pembelajaran secara keseluruhan. Kegiatan ini melibatkan siswa sebagai individu dan sebagai kelompok, program pembelajaran, lingkungan dan sumber-sumber pembelajaran
2. Guru sebagai observer
Kemampuan guru untuk meneliti secara cermat peserta didik, tindakan mereka, reaksi dan interaksi mereka.
3. Guru sebagai diagnostician
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap peserta didik termasuk merencanakan program bagi peserta didik
4. Guru sebagai educator
Kegiatan ini melibatkan pembuatan tujuan dan sasaran sekolah, sifat dan isi dari kurikulum dan program pembelajaran
5. Guru sebagai organizer
Kemampuan guru untuk mengorganisir program pembelajaran
6. Guru sebagai decision-maker
Memilih bahan/ materi pembelajaran yang sesuai, memutuskan topik dan proyek yang akan dilaksanakan serta membuat program pribadi
7. Guru sebagai presenter
Guru sebagai pembuka, narator, penanya, penjelas dan peneliti dari setiap diskusi.
8. Guru sebagai communicator
Kemampuan guru untuk berkomunikasi dengan peserta didik maupun rekan kerja.
9. Guru sebagai fasilitator
Guru berfungsi sebagai mediator anatara peserta didik/ kelas dan masalah-masalah yang timbul.
10. Guru sebagai motivator
Guru memberikan motivasi kepada peserta didik
11. Guru sebagai counsellor
Guru sebagai konselor bagi siswa dibidang pendidikan, personal, sosial dan emosional.
12. Guru sebagai evaluator
Guru mengevaluasi, menilai, mencatat kemampuan, pencapaian dan kemajuan siswa.

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

| | 2 komentar
Struktur Pelayanan Bimbingan dan Konseling

Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan Bimbingan dan Konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
B. Paradigma, Visi, dan Misi
1. Paradigma Paradigma Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
2. Visi Visi pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
3. Misi Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan. Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat. Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

C. Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
D. Fungsi Bimbingan dan Konseling Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
E. Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan. Asas-asas Bimbingan dan Konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.

F. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru. Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler. Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bimbingan dan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya. Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok. Bimbingan dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.
G. Kegiatan Pendukung Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes. Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.
Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.
H. Format Kegiatan Individual, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani peserta didik secara perorangan. Kelompok, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok. Klasikal, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam satu kelas. Lapangan, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan. Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.
I. Program Pelayanan
1. Jenis Program Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah. Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan. Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran. Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan. Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) Bimbingan dan Konseling.
2. Penyusunan Program Program pelayanan Bimbingan dan Konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi. Substansi program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.

II. PERENCANAAN KEGIATAN
1. Perencanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling mengacu pada program tahunan yang telah dijabarkan ke dalam program semesteran, bulanan serta mingguan. 2. Perencanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling harian yang merupakan jabaran dari program mingguan disusun dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG yang masing-masing memuat:
(a) sasaran layanan/kegiatan pendukung;
(b) substansi layanan/kegiatan pendukung;
(c) jenis layanan/kegiatan pendukung, serta alat bantu yang digunakan;
(d) pelaksana layanan/kegiatan pendukung dan pihak-pihak yang terlibat;
(d) waktu dan tempat.
3. Rencana kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling mingguan meliputi kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas untuk masing-masing kelas peserta didik yang menjadi tanggung jawab konselor.
4. Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling berbobot ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.
5. Volume keseluruhan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam satu minggu minimal ekuivalen dengan beban tugas wajib konselor di sekolah/ madrasah.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan. Program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pihak-pihak yang terkait.
1. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Bimbingan dan Konseling
a. Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah: Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas. Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal
Kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

b. Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah: Kegiatan tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan orientasi, Bimbingan dan Konseling perorangan,, bimbingan kelompok, Bimbingan dan Konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas. Satu kali kegiatan layanan/pendukung Bimbingan dan Konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas. Kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah. Kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program (LAPELPROG). Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan sekolah/madrasah. Program pelayanan Bimbingan dan Konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan Bimbingan dan Konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.

IV. PENILAIAN KEGIATAN
1. Penilaian hasil kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dilakukan melalui: Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan• kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mengetahui Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN),•perolehan peserta didik yang dilayani. yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling diselenggarakan Penilaian•untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap peserta didik. jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling terhadap peserta didik.
2. Penilaian proses kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan.

3. Hasil penilaian kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dicantumkan dalam LAPELPROG
4. Hasil kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk setiap peserta didik dilaporkan secara kualitatif.

V. PELAKSANA KEGIATAN
1. Pelaksana kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah konselor sekolah/ madrasah.
2. Konselor pelaksana kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya
•sekolah/madrasah wajib: pelayanan profesional Bimbingan dan Konseling Merumuskan dan
•. menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama
•peserta didik, pimpinan sekolah/ madrasah, sejawat pendidik, dan orang tua. Melaksanakan tugas pelayanan profesional Bimbingan dan Konseling yang setiap kali dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan Mewaspadai hal-hal negatif
•sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik. yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan pelayanan profesional Bimbingan dan Konseling Mengembangkan
•. kemampuan profesional Bimbingan dan Konseling secara berkelanjutan.
3. Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik lainnya di sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Pelaksana pelayanan Bimbingan dan Konseling Pelaksana
• pelayanan Bimbingan dan Konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru kelas yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan menginfusikan materi layanan tersebut ke dalam pembelajaran, serta untuk peserta didik Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan Bimbingan dan Konseling Pada
•kelompok. satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang konselor untuk menyelenggarakan pelayanan Bimbingan dan Konseling Pada satu•. SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dapat diangkat sejumlah konselor dengan rasio seorang konselor untuk 150 orang peserta didik.
VI. PENGAWASAN KEGIATAN
1. Kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.
2. Pengawasan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dilakukan secara:
a. interen, oleh kepala sekolah/madrasah.
b. eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang Bimbingan dan Konseling.

3. Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan implementasi kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang menjadi kewajiban dan tugas konselor di sekolah/madrasah.
4. Pengawasan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
5. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah.
| | 0 komentar

Pembelajaran Kooperatif Metode Group Investigation

Group Investigation

Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.

Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:

1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

2. Rencana Kooperatif.

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran Guru.

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.

Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.

Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):

Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation

Tahap I

Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.

Tahap II

Merencanakan tugas.

Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.

Tahap III

Membuat penyelidikan.

Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.

Tahap IV

Mempersiapkan tugas akhir.

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.

Tahap V

Mempresentasikan tugas akhir.

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.

Tahap VI

Evaluasi.

Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

Terkait dengan efektivitas penggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Kosgoro Kabupaten Kuningan Tahun 2009 menunjukkan bahwa:

Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

Keempat, adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Melalui pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.

Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia. Cet. Ke-5.

Asep Jihad dan Muhtadi Abdullah. 2008. Guru Profesional. Bandung: PT Cipta Persada. Cet. Ke-10.

Azhar Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Desty Henrliniar. 2004. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Terhadap Pemahaman Siswa pada Materi Pokok Bekerja Dengan Metode Ilmiah Di SMA Negeri I Kuningan. Universitas Kuningan: Pendidikan Biologi.

E. Usman Effendi dan Juhaya S. Praja. 1984. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.

Ihat Hatimah, dkk. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http: //gurupkn.wordpress.com/ 2007/11/13/ metode-investigasi-kelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 13 November 2007).

Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mcklar. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat. http://one.indoskripsi.com/ judul-skripsi/ skripsi-lainnya/ penerapan-pembelajaran-kooperatif-model-group- investigation- untuk- meningkatkan- motivasi- dan- has. (Diakses tgl 11 Juni 2008).

Mohammad Ali, dkk. 1984. Bimbingan Belajar. Bandung: CV. Sinar Baru.

Mohamad Surya. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Muslimin Ibrahim, et.al.. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Cet. Ke-2.

Nana Sudjana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nunu Nurnaasih. 2007. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Komunikasi Matematik Melalui Pembelajaran Kontekstual. FLIP UNSWAGATI.

Peter Salim. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern Englliss Press. Cet.ke-1.

S. Nasution. 1986. Didaktik Azas-Azas Mengajar. Bandung: Jemmars.

Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Slameto. 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet. Ke-4.

Syaiful Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Udin S. Winaputra. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.

W.S. Winkel. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

| | 0 komentar

inilah Tujuh Prinsip Praktik Pembelajaran yang Baik

PembelajaranDalam sebuah tulisannya, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan pendidikan.

Di bawah ini disajikan esensi dari ketujuh prinsip tersebut dan untuk memudahkan Anda mengingatnya, saya buatkan “jembatan keledai” dengan sebutan CRAFT HiT

1. Encourages Contact Between Students and Faculty

Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa, mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun rencana masa depannya.

2. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students

Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti bekerja yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain, siswa dapat meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya tentang sesuatu.

3. Encourages Active Learning

Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri.

4. Gives Prompt Feedback

Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu sering diberi kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri.

5. Emphasizes Time on Task

Waktu + energi = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya

6. Communicates High Expectations

Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal penting bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik pada gilirannya akan mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya

7. Respects Diverse Talents and Ways of Learning

Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing. Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal mudah bagi guru untuk melakukannya.

Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan tersebut meliputi: (a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat; (b) dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai tujuan ; (c) dana yang memadai sesuai dengan tujuan; (d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan (e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauhmana ketercapaian tujuan.


http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/09/30/inilah-tujuh-prinsip-praktik-pembelajaran-yang-baik/
| | 0 komentar
Bukan kebesaran yang menentukan menang atau kalah,yang penting jadilah wajar,apa adanya dan jadilah dewasa.

Hidup adalah kesempatan,gunakanlah,bert
indaklah dan isilah hidup ini dengan kemuliaan.

Aku bukanlah yang terbaik tapi aku akan lakukan dan berikan yang terbaik yang aku punya.

Rahasia terbesar di dunia ini bagaikan roda pedati yang selalu berputar,waspadalah bila kita sedang berada diatas dan bersabarlah bila kita sedang berada di bawah,segala sesuatu bisa saja terjadi.
| | 0 komentar

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN TENTANG ANALISA FILSAFAT DAN MASALAH KEPENDIDIKAN B

Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam tujuan Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan ditujukan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990. Selain pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia, pendidikan juga diperuntukkan guna pembinaan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Pendidikan
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya.
Filsafat dalam pendidikan (filsafat pendidikan) digunakan untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya dan digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.
Beberapa masalah pendidikan yang memerlukan filsafat, yaitu :
1. Masalah pertama dan yang mendasar ialah tentang hakikat pendidikan.
Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia. Adalah merupakan hakikat hidup dan kehidupan.
Apakah hakikat manusia itu dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia?
2. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia?
Apakah ada faktor yang dari luar dan lingkungan, tetapi tidak berkembang dengan baik?
3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?
Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk kepentingan masyarakat?
Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab atas pendidikan?
Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap pendidikan?
5. Apakah hakikat kepribadian manusia itu?
Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan, atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya atau kesemuanya itu?
6. Apakah hakikat masyarakat dan bagaimana kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah individu itu independen, ataukah dependen dalam masyarakat?
7. Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal?
Apakah kurikulum itu mengutamakan pembinaan kepribadian?
8. Bagaimana metoda pendidikan yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal?
Bagaimana kepemimpinannya dan pengaturan aspek-aspek sosial paedagogis lainnya?
9. Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi, apakah oleh Negara, ataukah swasta?
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dijawab dengan analisa filsafat sebagai berikut :
1. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan. Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk “IQRO” dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rosulullah SAW. Iqro di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai “bacalah”, tetapi dalam arti luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di bumi ini.
Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
2. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Sejak dahulu, disepakati bahwa dalam pribadi individu tumbuh atas dua kekuatan yaitu : kekuatan dari dalam (kemampuan-kemampuan dasar), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor dasar” dan kekuatan dari luar (faktor lingkungan), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor ajar”.
Teori konvergensi yang berpendapat bahwa kemampuan dasar dan faktor dari luar saling memberi pengaruh, kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Si pribadi terpengaruh lingkungan, dan lingkungan pun diubah oleh si pribadi. Faktor-faktor intern (dari dalam) berkembang dan hasil perkembangannya digunakan untuk mengembangkan pribadi di lingkungan. Factor dari luar dan lingkungan kadang tidak berkembang dengan baik, misalnya ketika pribadi terpengaruh oleh hal-hal negatif yang timbul dari luar dirinya.
3. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Secara sederhana Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.Tujuan Pendidikan Nasional adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN 1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UUSPN dan PP No 29 Tahun 1990. selain pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia, pendidikan juga diperuntukkan guna pembinaan masyarakat. Berikut adalah penjelasannya :
a. Pengembangan kehidupan sebagai pribadi sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk: 1) memperkuat dasar keimanan dan ketakwaan, 2) membiasakan untuk berprilaku yang baik, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, 4) memelihara kesehatan jasmani dan rohani, 5) memberikan kemampuan untuk belajar, dan membentuk kepribadian yang mantap dan mandiri.
b. Pengembangan kehidupan sebagai anggota masyarakat :1) memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat, 2) menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam lingkungan hidup, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Pengembangan kehidupan sebagai warga Negara mencakup upaya untuk : 1) mengembangkan perhatian dan pengetahuan hak dan kewajiban sebagai warga Negara RI, 2) menanamkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan Negara, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Pengembangan kehidupan sebagai umat manusia mencakup upaya untuk : 1) meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, 2) meningkatkan kesadaran tentang HAM, 3) memberikan pengertian tentang ketertiban dunia, 4) meningkatkan kesadaran tentang pentingnya persahabatan antar bangsa, 5) mempersiapkan peserta didik untuk menguasai isi kurikulum.
Pembinaan tersebut pada dasarnya dipersiapkan untuk kehidupan riil dan material di dunia serta kehidupan di akhirat kelak.
4. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. Keluarga yang menghadirkan anak ke dunia, secara kodrat bertugas mendidik anak. Kebiasaan-kebiasaan yang ada di keluarga akan sangat membekas dalam diri individu setelah individu makin tumbuh berkembang. Selanjutnya pengaruh dari sekolah dan masyarakat yang akan tertanam dalam diri anak.
5. Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa Latin yang berarti kedok/ topeng) yang maksudnya menggambarkan perilaku, watak/ pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik.
Kepribadian adalah suatu totalitas psikophisis yang kompleks dari individu sehingga nampak di dalam tingkah lakunya yang unik. Hal-hal yang ada pada diri individu atau pribadi manusia pada dasarnya harus mendapatkan pendidikan, yakni akal, perasaan, kemauan, pendidikan jasmani atau mental, kemampuan atau keterampilan, serta intelektualnya. Semua hal tersebut dididik guna mencapai kepribadian yang baik.
6. Masyarakat merupakan tempat kedua bagi individu dalam berinteraksi. Karena keluarga terdapat dan berkumpul dalam suatu masyarakat. Secara sadar atau tidak keadaan masyarakat cukup memberi pengaruh kepada kepribadian seseorang. Kedudukan individu dalam masyarakat merupakan kondisi atau situasi yang tidak dapat dihindari karena individu juga merupakan makhluk social yang pasti membutuhkan manusia lain dalam hidupnya. Artinya, individu itu dependen dalam masyarakat.
7. Kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal adalah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman. Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Pembinaan kepribadian merupakan kajian utama kurikulum. Materi program berupa kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan self-esteem, motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan masalah perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas, hubungan antar pribadi, keterampilan berkomunikasi, keefektifan lintas budaya, dan perilaku yang bertanggung jawab.
8. Metode pendidikan sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pendidikan yang ideal. Metode yang tepat jika mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik yang sejalan dengan mata pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Guru sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab untuk memilih, menggunakan dan memberikan metode yang efektif dalam mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum. Kepemimpinan dan pengaturan aspek-aspek paedagogis harus dilakukan para pelaku pendidikan guna memperlancar proses tercapainya tujuan pendidikan yang ideal.
9. Pengertian-pengertian :
a. Sentralisasi, yaitu wewenang mengenai segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan diatur oleh pemerintah pusat.
b. Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan dan pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Otonomi Daerah, yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pengamatan penyusun, asas penyelenggaraan pendidikan yang baik yaitu dengan otonomi, yakni segala sesuatu yang berhubungan dengan terselenggaranya proses pendidikan diatur dan dilaksanakan oleh daerah otonom berdasarkan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat, sehingga kelak para pelaku pendidikan mampu mengembangkan segala kompetensi di daerah tempat mereka hidup.

BAB III
PENUTUP

Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing.
Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak.

| | 0 komentar
KUALITAS PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA
>
>
> Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki
> peringkat pertama di dunia? Kalau Anda tidak tahu, tidak mengapa
> karena memang banyak yang tidak tahu bahwa peringkat pertama untuk
> kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara
dengan
> ibukota Helsinki, dimana perjanjian damai dengan GAM
> dirundingkan, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua
> guru di seluruh dunia.
>
> Peringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei
> internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for
> Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal
dengan
> nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga
> Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi
> juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.
> Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas. Lantas
apa
> kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah
anggaran
> pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi
> dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan
> beberapa negara lainnya.
>
> Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar,
> memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau
> memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia
> mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan
> negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka
justru
> lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea,
> ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam
> perminggu
>
> Lalu apa dong kuncinya? Ternyata kuncinya memang terletak pada
> kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru
dengan
> kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri
> adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka
> tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru
> mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya
1 dari
> 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya
> ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum
dan
> kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh
> siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan
> kualitas seadanya pula.
>
> Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan
guru yang
> berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi
guru-guru
> dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka
bebas
> untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan
kurikulum
> yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang
> mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan
> evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas
> pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang
> menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita
> cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di
> Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur
> dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk
> mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga
> lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
>
> Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
> Inimembantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka
> sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso,
Finlandia. Dan
> kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih
> bebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.
>
> Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari
> sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika
> mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak
belajar
> apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru.
Disini
> guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah
> seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan
> fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan
> dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.
>
> Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang
> membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di
> Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan
> yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.
>
> Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai
> kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani
> masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi
> setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai,
> umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu;
> berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu
> untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
>
> Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka.
> Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal
> tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan
> menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan
> kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan
> nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada
> sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap
> dirinya masing-masing.
>
> Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir
> siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem
> pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang
> tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada
> keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam
> mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang
> tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang
> sangat bertanggungjawab.
>
> Diambil dari Top of the Class - Fergus Bordewich
> Original message: 1001Buku.org